Hampir senada dengan Linus, Devan masih berjalan di koridor menuju kelasnya. Ia mendengus kesal tak menjumpai salah satu dari sahabatnya sejak tadi. Ada headsed yang nangkring di kedua telinganya. Ia tertegun saat ada seseorang menepuk bahu kirinya
“ Ryani? Kirain siapa !” ucap Devan masih menatap Ryani yang belum juga bicara. “Ry, kenapa sih, ke kantin dulu, yuk!”
Walaupun tak ada jawaban dari Ryani, Devan tetap membawa Ryani ke kantin.
“ aku pesenin makanan ,mau?”, tawar Devan lembut.
“ Nggak usah, Van! Lagian kita kesini karena aku mow ngomong sesuatu sama kamu.” Ujar Ryani menatap Devan yang kini menyipitkan kedua matanya.” Maaf ya, Van.. Aku belum tulus menyayangi kamu. Sebenernya aku menerima cinta kamu, karena kamu sangat mirip sama cowo aku yang dulu. “
Devan terlihat agak kaget. Sepertinya seluruh isi tubuhnya melorot dan kini tubuhnya kosong. Tapi Devan tampak menutupi kekecewaannya. Ia juga melepas headsed di telinganya.
“Ry, cinta kan nggak memaksa. Tapi aku yakin, kalo suatu saat kamu bisa melupakan cowo kamu yang dulu dan menerima aku sebagai Devan.”
“ Mungkin nggak bisa, Van. Aku sama dia tuh nggak pernah putus. Dia meninggal karena kecelakaan mobil. Dan aku masih menyayanginya. Aku menyayangmu, karena kamu mirip dia. Aku selalu melihatmu sebagai Dia. Tapi dengan begitu, aku tak akan bisa melupakannya. “jelas Ryani membuat Devan tambah syok. Kristal-kristal bening kini membanjiri wajah Ryani. “ Dan kalo aku tetap meneruskan hubungan dneganmu, Aku akan selalu dibayang-bayangi olehnya. Hati kamupun pasti juga sakit, kan?”
“Tapi aku akan memberimu waktu untuk ….”
“ Aku tau, kamu adalah cowo yang paling baik yang pernah kumiliki. Makanya, kamu sama sekali pantas mendapatkan seorang yang lebih baik dari aku!”
“Maksud kamu, kita udahan?” Lama-lama Devan gerah dengan pembicaraan yang dari tadi Cuma berputar-putar. Ryani masih terisak dan sesekali mengusap air matanya. “Jadi, kita putus?”
“ Iya, van!”
Devan tak berkata apa-apa. Tapi kekecewaan di hatinya tak bisa dibendung lagi. Ryani, cewe yang dnegan tulus dicintainya malah menjadikannya pelampiasan. Padahal ia pikir, dirinya tak kurang suatu apapun. Devanpun berpisah diujung koridor dengan Ryani, diiringi perasaan gundah yang tak ada habisnya. Lalu, haruskah Devan membenci seorang yang amat dicintainya itu?
[to be continued]
0 komentar:
Posting Komentar