Selasa, 10 Mei 2011

MAKALAH FISIOLOGI PASCA PANEN ( PENGARUH SUHU PENYIMPANAN TERHADAP MUTU FISIK BUAH PEAR)

RINGKASAN

Hasil secara umum menunjukkan bahwa penyimpanan pada suhu rendah (dingin) yang dipertahankan konstan dapat memperpanjang mutu fisik (warna dan penampilan/ kesegaran, tekstur dan cita rasa) serta kandungan vitamin C dan kadar total asam maupun padatan. Sedangkan penyimpanan pada suhu dingin, namun sesekali difluktuasikan atau diekspose pada suhu ruang menyebabkan penurunan mutu fisik/organoleptik dan nilai gizi yang lebih cepat dibandingkan suhu stabil.

Penyimpanan pada suhu ruang (dibiarkan sesuai dengan suhu lingkungan) menyebabkan penurunan mutu fisik-organoleptik dan mutu nilai gizi sangat cepat yang diikuti dengan proses pembusukan. Sementara susut bobot lebih tinggi terjadi pada suhu ruang dan suhu berfluktuasi, dibandingkan dengan suhu dingin yang dipertahankan stabil. Pada penyimpanan suhu ruang, daya tahan buah pear “layak konsumsi” hanya sampai 4 minggu .

Sedangkan pada suhu berfluktuasi daya tahan 6 minggu untuk masing masing buah pear. Pada suhu dingin buah-buahan mampu bertahan lama yaitu 10 minggu untuk buah pear. Hasil penelitian ini diharapkan dapat meyakinkan bahwa suhu dingin yang konstan selama penyimpanan, transportasi dan penjualan perlu untuk meminimalkan susut bobot dan mutu buah-buahan.


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penanganan yang tidak optimal selama penyimpanan, transportasi atau pada saat penjualan menyebabkan buah yang sampai ke konsumen tidak sesegar buah aslinya dan sudah mengalami penurunan bobot dan nilai gizi bahkan kadang-kadang telah terjadi pembusukan. Penanganan yang tidak optimal selain disebabkan oleh fasilitas yang kurang memadai, juga karena pengetahuan pelaku sangat kurang dalam melakukan penanganan yang baik.

Kehilangan hasil pada buah setelah panen dan sebelum pengolahan umumnya disebabkan oleh 2 faktor, yaitu kehilangan quantitatif dan kehilangan kualitatif. Kehilangan kuantitatif seperti: kehilangan kandungan air, kerusakan fisik, kerusakan fisiologi, dan luka. Sedangkan kehilangan secara kualitatif berupa kehilangan tingkat keasaman, flavor, warna, serta nilai nutrisi pada buah.

Beberapa hal yang menyebabkan kehilangan hasil pada buah dapat terjadi di kebun buah, transportasi setelah panen, dan keseluruhan sistem penanganan buah mulai dari sortasi, pengelompokan ukuran buah, pematangan buah, proses penyimpanan dingin, sampai pada penyimpanan buah. Jarak waktu antara panen dan pengolahan buah juga menjadi faktor penting untuk menjaga kesegaran dan kualitas dari buah tersebut. Sehingga meminimisasi kelambatan dalam penanganan buah akan menurunkan kehilangan hasil (loss) terutama pada buah yang mempunyai tingkat respirasi yang tinggi.

Permasalahan ini sangat penting karena pemahaman yang berbeda-beda antar pelaku pemasaran. Sebagian berpendapat sesekali buah perlu difluktuasikan suhunya, dari suhu dingin ke suhu ruang untuk dapat mempertahankan mutunya dan memperpanjang masa simpannya. Jenis komoditi buah secara individual berbeda ketahanannya terhadap penurunan kualitas dan kerusakan. Rantai pemasaran yang panjang dengan penanganan yang salah juga ikut menyebabkan buah yang sampai pada konsumen akhir tidak sesegar

buah asli.

B. Tujuan

Mempelajari perubahan mutu fisik dan kimia buah pear pada kondisi suhu penyimpanan yang berbeda


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Menurut Muchtadi (1992) Kualitas dari produk buah olahan tergantung pada kualitas buah tersebut sebelum dilakukan pengolahan. Oleh sebab itu sangat penting diketahui beberapa hal penting seperti waktu panen yang tepat, cara pemanenan yang baik, penanganan setelah panen, serta cara mempertahankan mutu buah segar setelah panen.

Buah memiliki masa simpan yang relatif rendah sehingga buah dikenal sebagai bahan pangan yang cepat rusak dan hal ini sangat berpengaruh terhadap kualitas masa simpan buah. Mutu simpan buah sangat erat kaitannya dengan proses respirasi dan transpirasi selama penanganan dan penyimpanan di mana akan menyebabkan susut pasca panen seperti susut fisik yang diukur dengan berat; susut kualitas karena perubahan wujud (kenampakan), cita rasa, warna atau tekstur yang menyebabkan bahan pangan kurang disukai konsumen; susut nilai gizi yang berpengaruh terhadap kualitas buah.

Mutu simpan buah akan lebih bertahan lama jika laju respirasi rendah dan transpirasi dapat dicegah dengan meningkatkan kelembaban relatif, menurunkan suhu udara. Pada umumnya komoditas yang mempunyai umur simpan pendek mempunyai laju respirasi tinggi atau peka terhadap suhu rendah (Tranggono dan Sutardi, 1990).

Dengan menggunakan sistem dan penanganan yang tepat, diharapkan akan meningkatkan kualitas buah segar tersebut. Beberapa bentuk kualitas yang perlu diperhatikan pada buah segar yaitu: penampilan buah (kondisi luar buah), tekstur (firmness, crispness, dan juiceness), flavor, serta kandungan nutrisi lainnya.

Dari segi penampilan termasuk didalamnya ukuran, bentuk, warna, dan ada tidaknya kerusakan dan luka pada buah. Sedangkan yang dimaksud dengan flavor adalah pengukuran tingkat kemanisan (sweetness), keasaman (acidity), astringency, rasa pahit (bitterness), aroma, dan off-flavor. Kandungan nutrisi pada buah dapat berupa vitamin A dan C, kandungan mineral, dietari fiber, karbohidrat, protein, antioxidan phytochemical (carotenoid, flavonoid, dan senyawa fenol lainnya). Faktor-faktor keamanan yang juga mempengaruhi kualitas buah segar adalah residu dari pestisida, keberadaan logam berat, mikotoxin yang diproduksi oleh berbagai spesies fungi dan kontaminasi dari mikroba. (Winarno, 2004)

Pengaturan suhu merupakan faktor yang sangat penting untuk memperpanjang umur simpan dan mempertahankan kesegaran dari buah. Sedangkan kelembaban (relative humidity) mempengaruhi kehilangan air, peningkatan kerusakan, beberapa insiden kerusakan phisiologi, dan ketidakseragaman buah pada saat masak (ripening). Pengaturan kelembaban yang optimal pada penyimpanan buah antara 85 sampai dengan 90%. Kemudian komposisi atmosfir dalam hal ini terdiri dari oksigen, karbondioksida, dan gas etilen dapat menyebabkan pengaruh yang besar terhadap respirasi dan umur simpan buah. (AAK, 2000)

Mutu simpan buah akan lebih bertahan lama jika laju respirasi rendah dan transpirasi dapat dicegah dengan meningkatkan kelembaban relatif, menurunkan suhu udara. Pada umumnya komoditas yang mempunyai umur simpan pendek mempunyai laju respirasi tinggi atau peka terhadap suhu rendah (Tranggono dan Sutardi, 1990).

Pertumbuhan organisme perusak dapat diperlambat pada suhu penyimpanan rendah, namun komuditas segar berangsur-angsur kehilangan resistensi alaminya terhadap pertumbuhan organism perusak. Oleh karena itu lamanya umur simpan ditentukan oleh interaksi oleh senensensi alami (kehilangan kualitas), pertumbuhan organisme perubahan dan kepekaan terhadap cacat suhu dingin (Tranggono dan Sutardi, 1990).

Buah pir sangat digemari di Cina, melebihi kegemaran terhadap buah apel. Pir yang berasal dari Cina dan juga Jepang termasuk ke dalam tipe oriental (Pyrus serotina Rehd). Tipe Lainnya adalah pir tipe Eropa (P.communis L). Umumnya buah pir di Eropa dimakan segar, sebagian lagi dikalengkan atau dibuat minuman cider. Kultivar pir sangat bervariasi dalam ukuran, bentuk, tekstur dan rasa (flavor). Variasi dalam mutu dan bentuk juga dapat terjadi dalam satu kultivar yang sama bila ditanam di daerah di daerah yang berbeda.

Misalnya pir kultivar Bartlett yang ditanam di Washington akan lebih panjang dan ramping (diameter lebih kecil) daripada yang ditanam di California. Bentuk buah pir Bartlett bulat atau pangkal buah kecil dengan ujung lebar tumpul,kulit buah jika sudah matang berwarna dasar hijau muda atau hijau kekuningan,kadang-kadang memperlihatkan rona kemerahan, daging buahnya putih padat dan rasanya manis sedang seperti rasa buah jambu biji (Sjaifullah, 1997).

Suhu penyimpanan optimal buah pir yaitu antara -1 sampai 4oC dengan lama penyimpanan 8-30 minggu (Tranggono dan Sutardi,1990).

Suhu pada penyimpanan buah pir adalah antara -1 sampai 4oC. Dengan suhu ini buah pir dapat bertahan 8-30 minggu. Suhu penyimpanan terbaik untuk buah pir adalah – 1,1 derajat Celcius dengan kelembaban relatif 85 – 90 %. Pada kondisi ini buah pir dapat disimpan selama 2 – 7 bulan. Jika suhu penyimpanan mengalami kenaikan sebesar 40 dan dibiarkan demikian selama 10 hari maka daya simpannya akan turun menjadi 1 minggu. Sedangkan penyimpanan di bawah suhu – 1,1 derajat Celcius buah pir akan membeku dan tidak dapat dikonsumsi. (Tranggono dan Sutardi, 1990).


BAB III

PEMBAHASAN

Pengamatan Mutu Fisiologi

A. Perubahan berat buah


Gambar 1. Grafik perubahan berat buah pear selama penyimpanan

Hasil pengamatan menunjukkan terjadi penurunan berat buah pear Bartlett selama pada semua perlakuan. Pada penyimpanan suhu ruang berat buah Turun dari 177,94 gram pada hari ke-0 menjadi 155,6 pada hari ke-33, Penurunan berat buah pada suhu ruang lebih cepat terjadi terutama disebabkan penguapan air. Penyimpanan suhu tinggi menyebabkan proses fisiologis buah pear meningkat sehingga mengakibatkan buah pear selama penyimpanan mangalami proses respirasi dan transpirasi. Kehilangan air selama penyimpanan tidak hanya menurunkan berat, tetapi juga menurunkan mutu dan menimbulkan kerusakan. Penurunan berat buah pear pada penyimpanan dengan suhu dingin relatif lebih kecil. Fluktuasi suhu secara berkala dengan membiarkan buah pada suhu ruang beberapa lama, menyebabkan kehilangan air pada buah yang disimpan pada suhu berfluktuasi relatif lebih besar.

Namun bila suhu yang digunakan untuk menyimpan buah pear terlalu dingin, akan menyebabkan buah membeku dan tidak bisa di konsumsi lagi. Buah dan sayuran pada umumnya memang sangat rentan jika tidak langsung di konsumsi. Penanganan yang baik agar berat buah impor tetap terjaga adalah dengan mengkondisikan buah pada suhu dingin yang stabil.

B. Warna dan Penampakan

Hasil yang diperoleh pada grafik warna buah pear Bartlett adalah sebagai berikut

Gambar 2. Grafik warna buah pear selama penyimpanan

Penyimpanan suhu ruang pada hari ke-0 menunjukkan buah pear masih berwarna kuning muda segar namun kesegaran warnanya hanya dapat bertahan selama 15 hari. Pada hari ke 18 warna buah pear mengalami perubahan dimana ditemukan bercak-bercak coklat pada daerah sekitar tangkai buah pear yang lama kelamaan buah per menjadi hitam. Pada suhu fluktuasi buah per sudah mulai timbul bercak-bercak kecoklatan pada hari ke 22 sedangkan pada suhu dingin yang tidak difluktuasikan, buah dapat bertahan sampai 40 hari.

Bercak-bercak colekat pada tangkai buah dapat menimbulkan kebusukan buah. Laju penguapan air dari dalam buah akan semakin cepat bila buah dibiarkan di udara terbuka atau suhu ruang. Kulit buah akan melesek dan rusak.


Gambar 3. Buah pear sebelum dan sesudah di fluktuasikan

C. Tekstur

Hasil yang diperoleh pada tekstur buah pear:

Gambar 4. Grafik terkstur buah pear selama penyimpanan

Grafik di atas menunjukkan tekstur pada buah pear mengalami penurunan selama masa penyimpanan pada semua perlakuan. Pada hari ke-0 tekstur tekstur buah pear masih keras, dan kalau digit masih renyah. Seiring dengan bertambahnya waktu penyimpanan, secara perlahan buah pear mulai menjadi lunak dan berair. Pelunakan buah pear selama penyimpanan disebabkan oleh penurunan sifat permeabilitas dinding sel yang menyebabkan hilangnya kemampuan menggelembung sel. Akibat lain dari kehilangan permeabilitas ini dari kehilangan permeabilitas ini adalah cairan sel dapat terlepas ke ruangan ekstra seluler dan jaringan pembuluh.

Gas-gas yang mengisi ruangan ini terganti oleh cairan sehingga terjadi perubahan struktur, hal inilah yang menyebabkan pelunakan tekstur ada buah. Pelunakan paling cepat terjadi pada suhu ruang diikuti suhu fluktuasi, sedangkan pada suhu dingin stabil relatif lebih lambat. Pada suhu ruang tektur sudah lunak dan berair pada hari ke-14, sedangkan pada suhu fluktuasi ke-24 dan pada suhu stabil bisa bertahan sampai 33 hari. Suhu dingin mampu menalan pelunakan tekstur, namun dengan adanya fluktuasikan dari refrigerator ke suhu ruang mempercepat terjadinya pelunakan buah pear.

Tidak hanya tekstur buah yang rusak, namun, seringkali timbul bercak coklat pada bagian dalam buah pear yang mengakibatkan kebusukan. Bercak ini ditimbulkan oleh defisiensi kalsium dari dalam buah.

Gambar 5. Bercak coklat pada buah pear (bagian dalam) selama penyimpanan

D. Cita rasa

Gambar 6. Grafik rasa buah pear selama penyimpanan

Hasil penelitian menunjukkan selama masa penyimpanan buah pear mengalami perubahan rasa pada semua perlakuan penyimpanan. Rasa buah Pear manis sedang seperti rasa jambu air, umumnya seperti rasa berpasir. Hal ini disebabkan karena pada buah pear yang sudah matang mengandung butiran-butiran berwarna kuning. Pada suhu ruang kesegaran buah pir hanya bertahan selama 15 hari penyimpanan. Selama waktu tersebut rasa buah pir masih manis sedang dan renyah sedangkan pada hari ke-18 sampai hari ke-39 masa penyimpanan rasa buah pear menjadi pahit dan tidak segar lagi. Bahkan beberapa sudah mulai membusuk, kemudian pada suhu fluktuasi rasa buah pear yang masih segar hanya sampai hari ke-24 penyimpanan. Pada suhu dingin yang stabil buah pear dapat mempertahankan rasanya sampai hari ke-42 penyimpanan.

Cita rasa buah pear rusak karena beberapa sebab, kemungkinan yang paling sering terjadi adalah karena kandungan zat-zat di dalam buah juga ikut menghilang akibat penyimpanan pada suhu yang tidak tepat. Sehingga sangat berpengaruh terhadap cita rasa buah pear.


E. Kadar vitamin C

Gambar7. Grafik perubahan kadar buah pear selama penyimpanan

Hasil analisa selama penyimpanan menunjukkan kadar vitamin C mengalami penurunan relatif lebih besar pada penyimpanan suhu ruang, dibandingkan pada penyimpanan suhu stabil dan suhu fluktuasi.

Kandungan vitamin C dapat menguap selama penyimpanan berlangsung. Hal itu dapat berdampak pada kerusakan cita rasa akibat vitamin C yang menghilang.

F. Kadar total asam


Gambar 8. Grafik perubahan kadar total asam buah pear

Asam-asam organik yang terdapat pada buah pir terutama asam sitrat dan asam lain seperti asam malat, asam sitrat, asam oksalat dan asam tartarat. Hasil penelitian menunujukkan terjadi penurunan kadar asam selama penyimpanan. Kadar total pada hari ke-0 sebesar 0,2048%, dan setelah penyimpanan 3 minggu kadar total asam turun menjadi 0,0676%, 0,15356%, 0,0896% untuk masing-masing penyimpanan suhu ruang, suhu dingin stabil dan suhu berfluktuasi.

Penurunan total asam selama penyimpanan disebabkan oleh adanya pemakaian asamasam organik pada proses respirasi. Proses respirasi yang berlangsung pada buah pasca panen akan menimbulkan transformasi asam piruvat dan asam-asam, organik lainnya secara aerobic menjadi CO2, H2O dan energi. Perbedaan suhu pada setiap perlakuan selama masa penyimpanan menyebabkan kecepatan reaksi berbeda-beda. Suhu rendah pada penyimpanan stabil dan fluktuasi mampu menekan terjadinya reaksi.

G. Perubahan pH


Gambar 9. Grafik perubahan pH buah pear selama penyimpanan

Kadar pH pada semua perlakuan mengalami penurunan. Kadar pH dari pH 5,4 pada hari ke-0 menjadi pH 4,4 pada suhu ruang, pH 4,7 untuk suhu fluktuasi dan pH 4,9 untuk penyimpanan suhu rendah yang stabil pada hari ke 22. Namun demikian jika dilihat secara keseluruhan penyimpanan maka terlihat pH relatif stabil hanya antara pH 4 dan pH 5.

H. Kadar TZT



Gambar 10. Grafik perubahan kadar TZT selama penyimpanan

Secara umum terlihat penurunan kadar total padatan terlarut pada semua perlakuan suhu penyimpanan. Hal ini disebabkan karena buah pear setelah lepas panen dan masa penyimpanan masih mengalami perubahan fisiologis hingga memasuki masa senensence atau kelayuan penurunan gula dan padatan terlarut lainnya. Namun demikian tidak ada perbedaan kecepatan penurunan pada ketiga cara penyimpanan. Kadat total padatan terlarut relative konstan dan tidak menunjukkan adanya penurunan.


KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. KESIMPULAN

1. Penyimpanan pada suhu rendah (dingin) yang dipertahankan konstan dapat memperpanjang mutu fisik (warna dan penampilan/ kesegaran, tekstur dan cita rasa) dan nilai gizi terutama kandungan Vitamin C buah impor.

2. Penyimpanan pada suhu dingin, namun sesekali difluktuasikan atau diekspose pada suhu ruang menyebabkan penurunan mutu fisik/organoleptik dan nilai gizi yang lebih cepat dibandingkan suhu stabil.

3. Penyimpanan pada suhu ruang (dibiarkan sesuai dengan suhu lingkungan) menyebabkan penurunan mutu fisik-organoleptik dan mutu nilai gizi sangat cepat yang diikuti denganproses pembusukan.

4. Daya simpan “layak konsumsi” buah pear pada suhu ruang hanya sampai 4 minggu, suhu ingin berfluktuasi 6 minggu dan suhu dingin stabil sampai 10 minggu.

B. REKOMENDASI

Dari hasil penelitian terlihat bahwa suhu dingin yang stabil lebih efektif mempertahankan mutu buah-buahan. Oleh karena itu disarankan agar rantai pendingin selama transportasi, penyimpanan dan penjualan tidak terputus dan fluktuasi suhu baik yang disengaja maupun tidak disengaja dihindari. Agar setelah sampai ke konsumen, buah tetap layak untuk di konsumsi.


DAFTAR PUSTAKA

Aksi Agraris Kanisius (AAK). 2000. Petunjuk Praktik Bertanam Buah dan Sayur. Kanisius. Jakarta

Muchtadi, Deddy. 1992. Fisiologi Pasca Panen Sayuran dan Buah-Buahan (Petunjuk Laboratorium). PAU Pangan dan Gizi IPB. Bogor.

Sjaifullah, 1997. Petunjuk Memilih Buah Segar. PT Penebar Swadaya, Jakarta

Tranggono dan Sutardi, 1990. Biokimia dan Teknologi Pasca Panen. Pusat Antar Universitas Pangan Dan Gizi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta

Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT.Gramedia. Jakarta


2 komentar:

Thank's sharingnya gan. by TulisanWortel.com

makasih... sangat membantu :D

Posting Komentar