Senin, 24 September 2012

Makanan sehat di tengah modernitas*

Kita mungkin banyak memperbincangkan modernitas pada wilayah ekonomi dan teknologi saja. Nyatanya, modernitas juga berpengaruh pada makanan kita. Di tengah arus modernisasi seperti sekarang ini banyak muncul gaya hidup dalam pola makan terutama yang cenderung bebas dan asal-asalan. Demam fast food melanda seantero negeri ini. Orang semakin jarang makan makanan dari bahan makanan alami. Tentu jika dibiarkan terus menerus akan memicu goyahnya keseimbangan gizi di tengah masyarakat karena jika ditinjau dari aspek gizinya, fastfood minim sekali akan zat gizi.

Diakui atau tidak, makanan dan pola makan kita sudah sedemikan terjajahnya hingga kita meninggalkan pola makan dan makanan yang seharusnya lebih cocok dengan iklim. Alasan kepraktisan dan cepat hidang, membuat kita semakin jauh dari pola makanan yang sehat dan bergizi. Bisa juga karena terlalu gandrung dengan makanan tertentu, kita mengabaikan suplai asupan zat lain dari aneka makanan yang lain.

Makanan yang seharusnya kita konsumsi untuk keperluan tubuh. Apa yang terjadi dengan kebiasaan pergi ke pasar mencari bahan makanan segar, memasak di rumah, duduk dan menikmati makanan kita perlahan? What happened is fast food. Food culture kita telah jauh meninggalkan diet yang sehat dan aman bagi tubuh, masyarakat, maupun planet kita. Kita semua rentan terhadap pola konsumsi makanan yang menawarkan kepuasan cepat di tengah-tengah kesibukan keseharian kita. Its fast, its cheap and easy tapi pertimbangkan bahwa fast food, junk food, dan fake food yang kita konsumsi sehari-hari terkait dengan banyak permasalahan seperti: pestisida kimia, produksi monokultur, pengawet, polusi, dan penyakit. Tradisi makanan lokal perlahan mulai tergeser, dan tanpa kita sadari kita semakin tidak peduli dengan kualitas makanan, dari mana asalnya, bagaimana rasanya dan bagaimana pilihan makanan kita berkontribusi terhadap permasalahan dunia. Kita terlalu sibuk sehingga tak lagi peduli dengan apa yang kita makan.

Makanan sehat menurut ilmu pangan adalah makanan yang menyediakan semua zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh agar hidup sehat. Misalnya saja protein, vitamin, lemak dan karbohidrat. Belakangan ini, Ada kecenderungan masyarakat kita mengikuti pola makan orang Eropa dan Amerika. Maka tidak heran kalau masyarakat kita dekat dengan fast food dan sejenisnya. Ini yang harus dibetulkan. Pola makan yang sesuai dengan iklim Indonesia adalah 4 sehat 5 sempurna. Orang Eropa banyak mengkonsumsi lemak karena iklimnya memang menuntut demikian. Contoh paling sederhana di musim dingin mereka butuh makanan dengan kandungan lemak yang banyak agar mendapatkan pasokan energi yang cukup. Jadi, makanan barat sesungguhnya cenderung tidak cocok dengan kita, apalagi fast food.

Selain itu, kita sering berpikir seolah-olah makanan yang baik itu makanan barat atau makanan yang mahal. Ini memang sangat dipengaruhi oleh faktor sosial dan budaya. Masyarakat kita sekarang sangat praktis dan serba instant. Ada juga anggapan bahwa makanan warung itu untuk kalangan menengah ke bawah. Padahal kandungan gizinya lebih baik dari makanan siap saji atau makanan instan.

Sumber makanan sehat sebenarnya selalu tersedia dan ada di sekitar kita. Sumber energi berupa nasi bisa diganti singkong atau sagu. Sumber protein seperti susu, telur, daging, ikan atau dari sumber nabati seperti kacang-kacangan. Sedangkan sumber vitamin dan mineral dari buah dan sayur. Untuk kandungan lemak tentu sumber hewani. Semuanya sangat mudah didapatkan, baik yang sudah olah ataupun diracik sendiri. Tentu saja memasak sendiri jauh lebih sehat dan lebih hemat. Kita dapat memilih bahan yang terbaik dan segar, mengolahnya dengan segera, dan menambah rasa asin atau manis sesuai selera. Hindari pemakaian minyak goreng, bisa diganti dengan minyak zaitun. Namun bila dirasa mahal, Anda dapat menggorengnya dengan sedikit atau tanpa minyak, merebus, mengukus atau menumis. Hindari juga pemakaian MSG, tambahkan gula sebagai penyedap rasa. Cemilan dikalangan masyarakat memang selalu dibutuhkan, baik untuk pengusir bosan, pereda rasa lapar, atau untuk penambah selera makan. Cobalah mengganti cemilan kue dan biskuit dengan buah atau sayur. Sayur? Ya, Anda bisa memakan tomat, mentimun, wortel sebagai cemilan.

Namun, ditengah arus modernisasi yang semakin deras, tak ada salahnya jika kita mulai menyoroti makanan organik. Lihat saja, makanan organik kini merangkak naik dan mulai menyedot perhatian besar di kalangan masyarakat. Seolah saling berkompetisi dengan foodcourt penyedia fastfood, seharusnya masyarakat yang cerdas mampu memilih makanan mana yang dibutuhkan oleh tubuhnya. Whats not to love about Indonesian and healthy food anyways?

*dipublikasikan dalam majalah Maltosa

0 komentar:

Posting Komentar