“Kamu bisa mengacaukan suasana romantis yang aku buat dengan mempermasalahkan hal sepele dan akhirnya menangis karena aku nyuekin kamu, kemudian aku harus memberikan seluruh kesabaranku agar aku dapat memperbaiki senyummu lagi.” Bayangan Wisnu ke satu muncul. Blub!
“Kamu suka jalan-jalan ke luar rumah. Entah untuk praktikum atau sekedar main. Dan aku harus menunggumu di rumah agar bisa memberikan telingaku untuk mendengar ceritamu. Karena kamu nggak akan suka aku hanya diam.” Bayangan kedua Wisnu ikut muncul.
““Kamu selalu pegal-pegal pada waktu ‘teman baikmu’ datang setiap bulannya, dan aku harus memberikan tanganku untuk memijat kakimu yang pegal. Karena kamu nggak pernah berhenti mengeluhkan hal itu. Dan kalo aku menolaknya, kamu akan ngamuk.” Bayangan ketiga bersungut-sungut.
“ Kamu selalu marah-marah dan mendadak jutek hingga bahkan aku sulit mengenalimu lagi. Namun aku selalu mengalah dan selalu aku yang minta maaf. Semata-mata, karena aku nggak mau membuatmu tambah jutek dan marah. Aku takut kamu nggak canti lagi, hehe” Bayangan ke empat muncul di depan persis bayangan wisnu yang ketiga.
“ Kamu ngeyel, cengeng, menurut kamu aku harus beli berapa pack tissue tiap bulan? Dan kamu bukan tipe cewek yang suka berdiam di rumah, membuat aku selalu kuatir kamu akan menjadi aneh [apaan ya? tiba-tiba suka badmood.] Dan aku harus membelikan sesuatu yang dapat menghiburmu di rumah atau meminjamkan lidahku untuk menceritakan hal-hal lucu yang aku alami. Padahal sangat sulit bagi seorang cowok untuk menuangkan sesuatu. Bukan seperti menuangkan secangkir teh lho” ucapan bayangan yang kelima. Ia membuatku kaget dengan muncul di belakang telingaku.
“ Tiba-tiba kamu mengirimkan sms berisi pertanyaan-pertanyaan ujian padahal aku belum stanby atau aku lagi makan dan sebagainya. Dan aku langsung bergegas mencari jawabannya di google. Aku juga harus berfikir bagian mana yang paling benar untuk di jadikan jawaban. Lalu aku harus menulis ulang di handphone untuk di kirimkan ke kamu secepatnya. Aku sangat nggak yakin Abe atau Dimas melakukan hal yang sama.” Bayangan wisnu yang ke enam ternyata lebih cerewet dari bayangan sebelumnya. Wisnu pake kacamata.
“ Kamu selalu menawarkan ingin masak buatku. Padahal kamu tahu kan? Makanan kamu sangat beresiko untuk dimakan, tetapi aku selalu menghabiskan makanan buatanmu. Dan aku nggak pernah protess kan?” Sahut bayangan ke tujuh dengan cepat.
“ Kamu selalu bilang aku nggak lucu kayak dulu. Tapi ketika aku mulai bercanda dan itu hanya sekedar lelucon. Kamu selalu menganggapnya serius. Kemudian kamu marah-marah dan sms banyak banget. Itu semua membuatku serba salah. Aku nggak pengen kamu sedih atau nangis. Demi Tuhan..” Seru bayangan ke delapan sedikit marah.
“ Kamu selalu berfikiran buruk saat aku nggak sms kamu seharian atau saat ada Dita dan yang lainnya di rumah. Dan aku membutuhkan sapu agar aku bisa menyapu bersih semua pikiran kotor di kepala kamu. Berkali-kali aku bilang aku hanya cinta kamu!” Gerutu bayangan ke Sembilan dengan nada kecut. Bayangan Wisnu memakai seragam penyapu jalanan warna orange.
“ Kamu nggak pernah sadar kalo kemarahanmu lebih dasyat dari badai. Dan Aku hanya berusaha menghindar dari badai. Aku ingin membuatmu tenang dan berfikir jernih. Tapi kamu selalu anggap diam itu nggak bisa menyelesaikan masalah. Kamu selalu marah-marah dan itu terjadi bukan hanya sekali dua kali. Tetapi puluhan kali yank…” Cetus bayangan ke sepuluh dari Wisnu.
“ Sama sepertimu, Aku juga selalu ingin menghabiskan waktuku bareng kamu. Tanganku akan memegang erat tanganmu, membimbingmu, menelusuri pantai, menikmati matahari pagi dan pasir yang indah. Menceritakan warna-warni bunga yang bersinar dan lucu seperti cantiknya wajahmu.” Ujar bayangan Wisnu ke sebelas. Tersenyum. Cakep banget!
“ Tetapi sayangku, aku tak akan sanggup melihat air matamu mengalir deras saat menangisi kematianku. Aku tak sanggup mendengar teriakanmu sementara aku nggak bisa membuatmu diam dengan menciummu seperti dulu. Aku bahkan nggak akan bisa lagi meraih tanganmu untuk kugenggam.” Bayangan kedua belas muncul sangat cepat. Ia menangis.
“ Sayangku, aku tahu ada banyak cowok yang lebih bisa mencintaimu daripada aku. Tetapi aku selalu berusaha menjadi yang terbaik buat kamu. Aku sayang banget sama kamu…” bayangan Wisnu ketiga belas tepat di depanku.
“Untuk itu, jika semua yang telah aku berikan, tanganku, kakiku, mataku, cinta aku, setiaku, semua rasa rindu aku, tidak cukup bagimu. Aku tidak akan bisa menahan dirimu mencari tangan, kaki, dan mata lain yang dapat membahagiakanmu. Percayalah satu hal. Bahagiamu, akan selalu jadi bahagiaku. love u.. ” Tukas bayangan ke empat belas tersenyum. Kini mereka semua memandangku teduh.
Beb! Itulah cinta, di saat kita merasa cinta itu telah berangsur-angsur hilang dari hati kita, karena kita merasa dia tidak dapat memberikan cinta dalam wujud yang kita inginkan, maka cinta itu sesungguhnya telah hadir dalam wujud lain. Yang tidak pernah kita bayangkan sebelumnya. Sapa lembut peri baik di bahu kananku. Aku menangis.
Beb! Tapi Seringkali yang kita butuhkan adalah memahami wujud cinta dari pasangan kita, dan bukan mengharapkan wujud tertentu. Peri jahat mengiyakan ucapan peri baik. Aku menangis lebih keras.
Hei Beb.. Semua itu karena cinta itu menceriakan; seperti bunga-bunga indah di taman yang membawa kenyamanan bagi yang memandang. Seperti rerumputan hijau di padang luas yang kehadirannya bagai kesegaran yang menghampar. Peri baik cengengesan.
Beb! Peri baik salah tuh. Because love is not always has been formed flowers ‘karena cinta tidak selalu harus berwujud “bunga”. Peri jahat langsung menghilang menyusul peri baik, setelah mengucapkan hal ini. Begitu juga 13 bayangan Wisnu. Suerr, Aku makin terisakk.
Salah satu bayangan Wisnu masih diam sendiri disana, dan membiarkan aku sendiri juga disudut lainnya. Sama sekali tak bicara. Lalu, aku melihat matanya yang sepertinya penuh luka, tapi saat ia tahu aku memperhatikannya, ia tersenyum padaku, senyum terbaik yang dimilikinya, tapi aku tahu, ia sedang tidak bahagia. Dan aku sadar, aku salah. Aku sadar bahwa ia juga mencintaiku, bahwa ia juga mungkin tengah menebak-nebak mengapa aku yang ditakdirkan jadi pasangannya.
Mungkin waktu itu ia suka caraku tertawa, caraku bicara, caraku berjalan, atau apapun. Sama persis seperti apa yang aku rasakan padanya. dan aku menyesal setengah mati membuatnya terluka, tiba-tiba saja aku begitu ingin memeluknya.Tiba-tiba saja sadar aku begitu mencintainya. Aku tak tahu, bagaimana begitu saja, dia menarik perasaanku? Menjadikan aku merasa teduh bila dia menatapku.
Menjadikan aku mampu luruh mendengar ucapannya yang begitu menyejukkanku. dan menjadikanku begitu merasa berharga ketika ia ada disisiku.
0 komentar:
Posting Komentar